Undang-undang no 6 tahun 2014 tentang desa menyiratkan bahwa negara memberikan penghormatan dan kewenangan penuh kepada desa. Desa telah menjadi subjek yang mempunyai kewenangan untuk mengatur, mengelola, menentukan arah kebijakan pembangunanya sendiri dengan kewenangan berskala lokal desa aktualisasi dari kedudukan Desa sebagai self governing community.
Dinamika perkembangan pemerintah desa dari tahun ke tahun berubah-ubah seiring dinamika politik. Ketika dulu desa hanya sebagai objek dari bagian pembangunan oleh pemerintah pusat, desa tidak lah semenarik sekarang ini. Lahirnya undang-undang desa seolah melahirkan desa baru dan membuang paradigma desa lama.
Saat ini desa menjadi sesuatu yang menarik. Karena lahirnya undang-undang desa juga teriring penyaluran dana desa. Banyak kritik yang menyebutkan bahwa dana desa sebagai produk politik yang ambisius dan dipaksakan. Namun disisi lain banyak fihak juga yang menyambut hangat dan berharap lebih manfaat dari dana desa.
Dalam melaksanakan dan menjalankan mekanisme kontrol dana desa, pemerintah membuat satu paket kebijakan lainya yaitu aturan yang mengatur dana desa dan pendamping desa yang mempunyai tugas supporting system dalam bentuk pengawalan penggunaan dana desa. Maka dana desa, aturan dan pendamping desa mempunyai hubungan linier dan saling melengkapi.
Tahun 2015 adalah tahun pertama digelontorkannya dana desa. Dengan pemahaman dan kesiapan di rasa minim, pemerintah desa saat itu di tuntut mampu melaksanakan mekanisme penggunaan dana desa tanpa adanya pendampingan. Karena rekruitmen pendamping desa masih proses seraya transisi program PNPM mandiri yang sebelum nya dapat dikatakan berhasil. Tahun itu merupakan tahun bayang-bayang yang penuh harap.
Di tahun 2016 pendamping lokal desa, pendamping desa dan pendamping ahli hasil rekruitmen (proses panjang dan kritikan berbau politis sempat mencuat) Kementerian Desa di akhir 2015 telah terbentuk dan sudah diterjunkan ke lokasi tugas. Saat itu pemerintah desa sangat berharap sekali dengan keberadaan pendamping. Meskipun hanya berbekal pelatihan pratugas satu minggu. Asa itu ada.
Berkaca dari pengalaman dana desa tahun lalu yang masih membutuhkan perbaikan serta implementasi UU desa secara utuh. Pemerintah desa berharap dengan adanya pendamping desa mampu menjawab kebutuhan dan permasalahan nya.
Pendamping desa bekerja secara struktural sesuai dengan tupoksinya. PA di tingkat kabupaten, PD ditingkat kecamatan, dan PLD di tingkat desa. Mekanisme kerja diatur pada standar operasional pendamping dan dibatasi dengan ketentuan kode etik yang harus jadi rambu serta batasan kewenangan pendamping.
Seiring berjalanya proses implementasi UU desa , penyaluran dana desa dan permasalahan penyalah gunaan dana desa yang lalu lalang muncul kepermukaan. Banyak fihak yang mulai mengkritisi bagaimana peran pendamping desa, apa tugasnya dan haruskah ada pendampingan?
Apakah pendamping benar-benar bekerja? Dan kritikan lainya. Bahkan ada beberapa kepala desa kurang bisa menerima keberadaan pendamping desa. Mereka juga menyayangkan pendamping yang hanya meminta stempel kehadiran dan jarang ke lokasi tugas.
Apakah pendamping benar-benar bekerja? Dan kritikan lainya. Bahkan ada beberapa kepala desa kurang bisa menerima keberadaan pendamping desa. Mereka juga menyayangkan pendamping yang hanya meminta stempel kehadiran dan jarang ke lokasi tugas.
Namun kritikan itu tidak serta merta bisa ditujukan dan sama ratakan kepada pendamping desa. Karena itu penilaian terlalu kerdil untuk dijadikan parameter utuh. Sedangkan fakta lain menunjukan pendamping yang benar-benar bekerja, mempunyai kapasitas, loyalitas jauh lebih banyak secara kuantitasnya. Tentunya kemakluman itu masih dianggap kewajaran.
Pasal 12 Permendesa 3 tahun 2015 tentang Pendamping desa Pendamping desa menjelaskan tugas pendamping desa meliputi:
a. mendampingi Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan terhadap pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. mendampingi Desa dalam melaksanakan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi Desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, pembangunan sarana prasarana Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;
c. melakukan peningkatan kapasitas bagi Pemerintahan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa dalam hal pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa;
d. melakukan pengorganisasian di dalam kelompok-kelompok masyarakat Desa;
e. melakukan peningkatan kapasitas bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa dan mendorong terciptanya kader-kader pembangunan Desa yang baru;
f. mendampingi Desa dalam pembangunan kawasan perdesaan secara partisipatif;
g. melakukan koordinasi pendampingan di tingkat kecamatan dan memfasilitasi laporan pelaksanaan pendampingan oleh Camat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Dari serangkaian tugas yang menjadi kewajiban diatas pendamping diberikan bekal berupa pelatihan peningkatan kapasitas. Hal ini dirasa perlu dikarenakan background pendamping desa yang sangat bermacam latar pendidikan harus dituntut mampu menjalankan tugas nya sebagai kaum pemberdaya. Bekal pelatihan pratugas masih dirasa sangat kurang sekali melihat kebutuhan dalam pendampingan sangat komplek. Maka hanya mereka yang mempunyai jiwa pemberdaya sejatilah yang akan bertahan.
Tahun 2017 adalah tahun ketiga dana desa. Tahun dimana penggiringan opini publik sangat dipengaruhi oleh media sosial. Tahun dimana istilah "hoax" muncul dan tradisi copas tanpa tahu kebenaran yang sesungguhnya. Sangat mudah untuk mempengaruhi pemikiran seseorang untuk menjudge sesuatu tanpa cek, ricek dan kroscek. Kecenderungan ini terjadi karena media sosial telah dijadikan kiblat penghakim. Ironis nya lagi pengaruh negatifnya di sebarkan tanpa filterusasi.
Lagi, kritikan tentang Pendamping desa muncul kepermukaan. Entah siapa dan dari mana lalu apa tujuannya, ada beberapa oknum yang dengan sengaja membuat hangat suhu di tahun politik ini. Ada unsur politisasi atau tidak, yang pastinya kritikan itu harus dijajarkan dengan fakta yang ada. Mereka yang berbicara harus satu bidang dan berkapasitas di bidang yang sama juga.
Tentunya masalah dan kurang maksimalnya penggunaan dana desa tidak bisa di tujukan langsung pada kesalahan di pendampingan. Faktanya banyak teman-teman pendamping dilapangan saat bekerja selalu memperhatikan tupoksinya, memberikan loyalitas penuh, komitmen terhadap pekerjaannya dan menjaga etika sebagai kaum pemberdaya yang mempunyai batasan. Itu dibuktikan dari berbagai hal yang telah dilakukan dan membawa perubahan yang baik untuk wilayah kerjanya.
Dengan keterbatasan dan kewenangan yang diberikan, pendamping telah memberikan pengawalan penuh terhadap realisasi dana desa. Jika masih terdapat temuan penyalah gunaan anggaran, itu dikarenakan oknum yang memang dengan sengaja memanfaatkan peluang untuk kepentingan pribadinya. Bagaimana jika tidak ada pendamping? Apa penyalah gunaan akan semakin besar? Jawaban logis dan realistis tentunya. Kembali ke pribadi masing-masing pemangku kekuasaan. Karena sejatinya dana desa adalah untuk desa bukan untuk kepala desa.
Tentunya kita harus sadar dan memahami bersama bahwa saat ini para pemangku kepentingan sedang berupaya untuk membuat komposisi sebaik mungkin dan menjadikan pendamping desa sebagaimana yang di amanatkan undang-undang. Pendamping desa terus berupaya meningkatkan kapasitas untuk mengikuti ritme kebutuhan saat ini agar proposional. Kritikan yang membangun akan dijadikan sebagai evaluasi kinerja agar lebih baik, menuju kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa sesuai dengan hakikat undang-undang desa.


Komentar
Posting Komentar