Kesenian ujung adalah salah satu warisan budaya asli mojopahit yang harus dilestarikan. Hal itulah yang mendasari pemerintah desa salen menggelar kesenian ujung yang dikemas dalam Ruwat desa salen tahun 2018. Acara digelar (22/4) di halaman Balai Desa salen Kecamatan Bangsal. Tidak salah jika Kesenian Ujung sudah menjadi icon melekat di desa salen. Karena desa salen selalu menyelenggarakan acara yang ini disetiap tahun nya.
Kemeriahan acara tahunan ini sudah terlihat sejak pagi. Warga desa salen sudah antusias dan tidak sabar menyaksikan acara ini. Menurut Wiwik Nurhayati, selaku kepala desa mengatakan bahwa atas nama pemerintah desa salen turut bangga kesenian ujung merupakan salah satu kesenian yang masih bisa dilestarikan sampai saat ini. "Ujung merupakan salah satu kegiatan tahunan lembaga adat di desa salen, semoga kegiatan ini menjadi salah satu upaya melestarikan kesenian ujung,". Nanti malam kita juga ada pagelaran wayang kulit Ki dalang waluyo aji, dari Mojokerto. Ungkapnya ,".
Permainan ujung di mulai dengan alunan gamelan mengiringi dua orang yang naik keatas panggung. Panas terik matahari yang membakar punggung para pemain ujung seolah membakar semangat keduanya. Ada beberapa orang yang bertugas sebagai wasit atau yang disebut Kemlandang. Kemlandang juga yang memastikan bahwa pemain ujung harus tetap mematuhi koridor ketentuan permainan. Semisal tidak memukul dikepala, ataupun di area terlarang lain.
Kemlandang juga memberikan penilaian bagaimana permainan itu berlangsung. Penilaian itu di istilahkan menjadi permainan biasa, banjiran atau bangilan. Istilah permainan biasa yaitu permainan masing-masing pemain memukul 3 kali, sedangkan banjiran adalah penambahan pukulan karena sama-sama imbang, dan istilah Bangilan berarti bermain tanpa menangkis.
Setelah keduanya saling adu ketangkasan, didapatkan pundi-pundi puluhan ribu membayar keberanianya sesuai dengan penilaian permainan dari Kemlandang. Meskipun uang yang diterima tidak sebanding dengan luka yang diderita pemain, namun mereka seolah tak memperdulikan hal itu. Bahkan ada beberapa orang yang sampai 2 bahkan 3 kali naik panggung untuk bermain lagi.
Menurut Widodo, salah satu sesepuh kesenian ujung desa salen. Ujung merupakan ritual adat leluhur nenek moyang, dulu ketika kondisi kemarau panjang dan tidak ada hujan, maka nenek moyang jaman dulu memohon diturunkan hujan dengan menggelar ujung. Dengan mengorbankan darah yang mengucur ketika dicambuk dengan rotan, ibarat air yang akan turun sederas darah yang dikorbankan. Itu merupakan bentuk permohonan ritual kepada Tuhan yang maha kuasa.
Namun saat ini, pergeseran kesenian ujung mempunyai makna berbeda. Seiring dengan perkembangan zaman ujung lebih menonjolkan nilai keseniannya. Saat ini ujung menjadi salah satu cara untuk memupuk kebersamaan, persatuan dan persatuan. Tidak ada dendam maupun sakit hati dari setiap pemain ujung. Kesenian ujung harus menjadi perhatian bersama. Agar peninggalan warisan leluhur ini menjadi kekayaan budaya yang bisa diwariskan kepada anak cucu kita nanti.
(Y/s)







Komentar
Posting Komentar